Ciri-Ciri Undang-Undang Dasar dan Konvensi

Ilmu Politik - Ciri-Ciri Undang-Undang Dasar
Walaupun UUD satu Negara berbeda dengan Negara lain, jika diperhatikan secara cermat ada ciri-ciri yang sama, yaitu biasanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut:
  • Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislative, eksekutif dan yudikatif serta hubungan di antara ketiganya.  UUD juga memuat bentuk Negara (misalnya federal atau Negara kesatuan), beserta pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah Negara bagian atau antara pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu UUD memuat prosedur untuk menyelesaikan masalah pelanggaran yuridiksi oleh salah satu badan Negara atau pemerintah dan sebagainya. Dalam arti ini UUD mempunyai kedudukan sebagai dokumen legal yang khusus.
  • Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk naskah tersendiri).
  • Prosedur mengubah UUD (amandemen)
  • Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD. Hal ini biasanya ada jika para penysun UUD ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal yang baru saja diatasi, seperti misalnya munculnya seorang dictator atau kembalinya suatu monarki. Misalnya, UUD Federasi Jerman melarang untuk mengubah sifat federalism karena dikhawatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya kembali seorang dictator seperti Hitler.
  • Merupakan aturan hukum yang tertiggi yang mengikat semua warga Negara dan lembaga Negara tanpa kecuali.
Undang-Undang Dasar dan Konvensi
Konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang melainkan pada kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan preseden. Menurut Heywood kebiasaan-kebiasaan tersebut dijunjung tinggi baik oleh rasa kepatutan konstitusional atauun oleh pertimbangan praktis. Konvensi ada dalam semua system UUD, dan biasanya memberikan panduan ketika aturan formal tidak memadai atau tidak jelas. Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan hal yang signifikan karena ia memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan, dan kewajiban dan institusi-nstitusi utama Negara. Dengan demikian ia mengisi adanya kekosongan dalam hukum yang terkodifikasi.

Disamping itu, ada konvensi berdasarkan putusan-putusan hakim. Konvensi-konvensi ini telah memungkinkan UUD untuk menyesuaikan diri dengan perubahan atau perkembangan zaman. Bahkan ada di antaranya yang mengubah arti yang asli dari naskah UUD itu sendiri. Hal demikian terutama terjadi di Amerika Serikat. Di sana Mahkamah Agung telah menjadi lembaga yang mewarnai perkembangan UUD sepanjang sejarahnya, antara lain karena naskah UUD Amerika Serikat adalah penek dan memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan longgar tentang pemerintahan.

Di Amerika Serikat wewenang Mahkamah Agung untuk menguji apakah sesuatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan UUD (wewenang ini disebut judicial review atau toetsingsrecht dalm bahasa Belanda), adalah berdasarkan konvensi dan tidak tercantum dalam naskah UUD, sekalipun UUD tidak secara ekplisit melarangnya. Wewenang untuk mengadakna judicial review itu pada tahun 1803 seolah-olah telah “direbut” oleh Mahkamah Agung Amerika Serikatdi bawah pimpinan ketuanya John Marshall. Dengan demikian terciptalah demikan terciptalah suatu konvensi yang sangat penting.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Nurmiftah Uswa, S.IP
Web Blog : Dialog Kebenaran




Previous
Next Post »