Upaya mengatasi Patologi Birokrasi
..::Tugas Makalah - Administrasi Publik::..
Untuk mengatasi Patologi Birokrasi, sebaiknya seluruh lapisan masyarakat saling bahu-membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Solusi dari Patologi Birokrasi tidak akan menjadi obat yang mujarab jika seluruh lapisan masyarakat tidak saling mendukung. Karena setiap element baik dari pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan pihak swasta memiliki keterkaitan yang sangat pokok dalam berjalannya pemerintahan.
Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi Patologi Birokrasi yaitu:
Yang pertama, perlu adanya reformasi administrasi yang global. Artinya reformasi administrasi bukan hanya sekedar mengganti personil saja, bukan hanya merubah nama intansi tertentu saja, atau bukan hanya mengurangi atau merampingkan birokrasi saja namun juga reformasi yang tidak kasat mata seperti upgrading kualitas birokrat, perbaikan moral, dan merubah cara pandang birokrat, bahwa birokrasi merupakan suatu alat pelayanan publik dan bukan untuk mencari keuntungan.
Yang kedua pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas. Kekuatan hukum sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk kejahatan dan penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa para koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini dikarenakan hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang diperbuat.
Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan dengan cara:
- Kepemimpinan yang adil dan kuat
- Alat penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari kepentingan politik
- Adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam birokrasi.
Jadi ada disperse of power, bukan concentrate of power. Good governance sama dengan disperse of power, pembagian kekuasaan di tambah akuntabilitas publik dan transparansi publik. Jadi kalau tidak ada prinsip ini, good governance perlu untuk menekan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang biasanya itu menimbulkan korupsi. Dan corrupt itu selalu abuse of power. Semakin tinggi kualitas dari good governance, semakin rendah korupsi. Sebaliknya semakin rendah kualitas good governance, korupsinya semakin tinggi. Dari penyataan di atas tergambar dengan jelas betapa prinsip-prinsip good governance dapat mencegah patologi birokrasi terutama dalam hal korupsi, kolusi dan nepotisme.
Untuk lebih detailnya prinsip-prinsip good governance dapat merubah patologi birokrasi, maka dapat diuaraikan sebagai berikut:
- Participation. Melalui prinsip ini akan masyarakat terlibat dalam pembuatan keputusan yang bangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartsipasi secara konstruktif, sehingga dengan demikian maka pemerintahan tidak menjadi otoriter dalam mengambil keputusan. Keputusan yang dihasilakan merupakan representasi dari keinginan masyarakat dan tidak dapat diintervensi oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan pemerintah.
- Rule of law. Supremasi hukum merupakan langkah yang harus diambil untuk meminimalisir atau menghilangkan praktek-praktek patologi dalam birokrasi. Dengan penegakan hukum yang baik maka indikasi untuk melakukan kesalahan akan terhapus karena para birokrat akan merasa takut dengan ancaman hukum.
- Transparansi :. Melalui prinsip transparansi maka segala hal yang dilakukan oleh pemerintah atau birokrat dapat di kontrol oleh masyarakat melalui informasi yang terbuka dan bebas diakses. Transparansi ini mendorong birokrasi untuk senantiasa menjalankan aturan sesuai ketentuan dan perundang-undangan, karena bila tidak sasuai masyarakat pasti mengetahui dan melakukan penututan.
- Responsiveness. Pradigama baru birokrasi menekanakan bahwa pemerintah harus dapat melayani kebutuhan masyarakat umum dan memberi respon terhadap tuntutan pembangunan. Patologi yang selama ini terjadi dimana pemerintah dilayani oleh masyarakat, maka dengan prinsip responsiveness pemerintah harus sedapat mungkin memberikan pelayanan kepada stakeholders.
- Effectiveness and efficiency. Pemborosan yang terjadi dalam praktek pengelolaan organisasi birokrasi dapat diminimalisir oleh prinsip ini. Terutama dalam pengelolaan anggaran pemerintah.
- Accountability. Melalui pertanggungjawaban kepada publik maka birokrasi menjadi hati-hati dalam bertindak, dengan akuntabilitas publik pemerintah harus memberikan keterangan yang tepat dan jelas tentang kinerjanya secara keseluruhan.
- Strategic vision. Melalui straegi visi maka akan tumbuh dalam setiap birokrat akan nilai-nilai idealisme dan harapan-harapan organisasi dan negara untuk masa yang akan datang. Nilai-nilai dan harapan-harapan ini akan memeberikan kesan praktek pelaksaan pekerjaan birokrasi.
Risman K. Umar (2002) mendifinisikan bahwa patologi birokrasi adalah penyakit atau bentuk perilaku birokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam birokrasi.
Menurut Sondang P. Siagian (1988) ada beberapa patologi birokrasi yang dapat dijumpai, antara lain :
- Penyalahgunaan wewenang dan tanggung jawab
- Pengaburan masalah
- Indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme
- Indikasi mempertahankan status quo
- Empire bulding (membina kerajaan)
- Ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko
- Ketidakpedulian pada kritik dan saran
- Takut mengambil keputusan
- Kurangnya kreativitas dan eksperimentasi
- Kredibilitas yang rendah, kurang visi yang imajinatif,
- Minimnya pengetahuan dan keterampilan, dll. Solusi untuk mengatasi Patologi Birokrasi yaitu:
- Perlu adanya reformasi administrasi yang global.
- Pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas
- Dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan transparansi.
Admin : Andi Akbar Muzfa, SH