Undang-Undang Dasar Indonesia
UUD Indonesia dengan sengaja dibuat singkat dan soepel agar tidak lekas uasng. Tidak diketahui apakah hal itu memang hanya disebabkan karena kearifan para penyusunnya untuk memperhitungkan dinamika perkembangan masyarakat kita.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa para penyusun tidak mempunya waktu cukup untuk memikirka suatu UUD sampai ke pasal-pasal kecilnya. Malahan, jika membaca aturan tambahan dari UUD yang menentukan bahwa enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Majelis Permusyawaratan Rakyat harus dibentuk dan enam bulan sesduah dibentuk harus bersidang untuk menetapkan UUD, dapat ditarik kesimpulan bahwa para penyusun UUD memperhitungkan bahwa UUD 1945 tidak akan berlaku lama.
Meskipun demikian, rumusan UUD 1945 cukup memberi kerangka kontitusional untuk dipakai dalam menghadapi masa depan. Perumusannya juga tidak mengekang generasi-generasi baru untuk berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya, sehingga dengan segala kelemahan yang melekat pada dapat diterima oleh semua golongan masyarakat untuk kurun waktu yang cukup lama sebelum kemudian diamandemen.
Undang-Undang Dasar yang Fleksibel dan yang Kaku
UUD juga diklasifikasikan menurut sifat fleksibel dan kaku. Dasar dari perbedaan ini menurut beberapa sarjana seperti C>F Strong dan Rod Haque dalam bukunya ialah apakah prosedur untuk mengubah UUD sama dengan prosedur yang sama dengan prosedur membuat undang-undang disebut fleksibel, seperti Inggris, Selandia Baru, dan kerajaan Itali sebelum Perang Dunia II. UUD yang hanya dapat diubah dengan prosedur yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang, disebut kaku.
Soal fleksibel atau tidak adalah penting. Jika terlalu kaku, maka hal ini dapat mengakibatkan tmbulnya tindakan-tindakan yang melanggar UUD, sedangkan jika terlalu fleksibel maka UUD dianggap kurang berwibawa dan dapat disalahgunakan.
Undang-Undang Dasar yang Fleksibel
Gagasan mengenai UUD yang fleksibel berdasarkan konsep supremasi parlemen. Parlemen dianggap sebagai satu-satunya lembaga yang mengubah atau membatalkan undang-undang yang pernah dibuat oleh badan itu. Mahkamah Agung tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan UUD. Malahan parlemen dapat menyatakan bahwa sesuatu tafsiran Parlemen sendiri.
Undang-Undang Dasar yang Kaku
Jika kita mengadakan perbedaan berdasarkan perumusan tersebut dia atas maka ternyata bahwa jauh lebih banyak UUD bersifat kaku daripada undang dasar yang fleksibel. Kebanyakan UUD menentukan perlunya partisipasi dari beberapa badan lain di samping Parlemen untuk mengambil keputusan semacam ini.
UUD yang kaku biasanya hasil kerja dari suatu konstituante yang dianggap lebih tinggi kekuasaannya daripada parlemen karena memiliki kekuasaan membuat UUD. Oleh karena biasanya konstituante dibubarkan pada saat tugasnya selesai, maka dirasa perlu untuk memberi pedoman bagi generasimendatang mengenai prosedur mengubah UUD yang baru disusun itu. Malahan adakalanya dicantumkan ketentuan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh diubah.
Admin : Ratna SUlistiawati, SH
Web Blog : Senior Kampus