Struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan secara keseluruhan. Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam beradaan hukum. Struktur hukum disini meliputi lembaga negara penegak hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Advokat dan lembaga penegak hukum yang secara khusus diatur oleh undang-undang seperti KPK.
Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Termasuk dalam struktur hukum yakni hirarki peradilan umum di Indonesia dan unsur struktur yang meliputi jumlah dan jenis pengadilan, yurisdiksinya, jumlah hakim agung dan hakim lainnya.
Terdapat adagium yang menyatakan fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen.
Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan.
Sudah terlalu sering kita mendengar bahkan melihat diberbagai pemberitaan media massa, adanya oknum aparat penegak hukum yang melakukan penyelewengan terhadap perkara-perkara tertentu demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Ketika penegak hukum memiliki kepentingan terhadap suatu perkara maka sejak saat itulah hukum dikesampingkan. Sungguh ironis, disaat masyarakat menghendaki terciptanya keadilan tercoreng oleh perbuatan yang dilakukan oknum aparat penegak hukum.
Kebebasan peradilan adalah merupakan essensilia daripada suatu negara hukum, sehingga oleh karena tegaknya prinsip-prinsip daripada suatu negara hukum sebagian besar adalah tergantung dari ada atau tidaknya kebebasan peradilan didalam negara tersebut. Sebagai sarana parameter penerapan demokrasi, kebebasan badan peradilan dalam memeriksa dan memutus perkara harus dijamin oleh konstitusi.
Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi yang bukan saja sebagai tempat terakhir menentukan hukum dalam arti konkret akan tetapi juga sebagai tempat melahirkan asas dan kaedah hukum baru serta teori-teori baru mengenai hukum.
Makamah Agung juga memiliki kewenangan membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan pada tingkat kasasi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Makamah Agung.
Fungsi kontrol dari Makamah Agung mempunyai arti penting bagi usaha penegakkan hukum di Indonesia karena dengan efektifnya fungsi kontrol maka usaha penegakkan hukum menjadi lebih terjamin. Patut disayangkan sekalipun fungsi ini tetap berjalan namun tidak begitu efektif, bahkan sekarang banyak bermunculan makelar kasus yang berkeliaran di lingkungan Makamah Agung.
Bagaimana akan melakukan fungsi kontrol terhadap pengadilan lain jika dari dalam sendiri tidak mampu melakukan kontrol atau pengawasan.
Sebagai contoh adalah lemahnya pengawasan Makamah Agung dalam bidang administrasi putusan kasasi yang berakibat munculnya putusan palsu (kasasi palsu). Sistem MA yang tertutup dan publik tidak memiliki akses mengikuti sampai tuntas sebagai salah satu faktor penyebabnya. Sehingga perlu adanya pembaharuan di MA yang meliputi Hakim Agung dan tata kerja sistem kendali administrasi atau pembaharuan yang menyeluruh. Dengan kekuasaan dan fasilitas yang semakin besar disatu pihak dan tidak ada pengawasan eksternal dipihak lain, dapat menjadikan MA lebih menyeramkan dari keadaan sekarang.
Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi; petugas strata atas, menengah dan bawah. Maksudnya adalah sampai sejauhmana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis yang mencakup ruang lingkup tugasnya.
Dalam penegakkan hukum, kemungkinan penegak hukum mengahadapi hal-hal sebagai berikut:
- Sampai sejauhmana petugas terikat dengan peraturan yang ada,
- Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan,
- Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat,
- Sampai sejauhmanakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfingsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.
.
"PENANGGUNG JAWAB"
Andi Akbar Muzfa, SH
Admin Blog