Memahami Falsafah Mao Tse Tung


Mao sebenarnya bukan seorang filsuf yang orisinil. Gagasan-gagasannya berdasarkan bapak-bapak sosialisme lainnya seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Lenin dan Stalin. Tetapi ia banyak berpikir tentang materialisme dialektik yang menjadi dasar sosialisme dan penerapan gagasan-gagasan ini dalam praktek seperti dikerjakan Mao bisa dikatakan orisinil. Mao bisa pula dikatakan seorang filsuf Cina yang pengaruhnya paling besar dalam Abad ke 20 ini.

Konsep falsafi Mao yang terpenting adalah konflik. Menurutnya: “Konflik bersifat semesta dan absolut, hal ini ada dalam proses perkembangan semua barang dan merasuki semua proses dari mula sampai akhir.” Model sejarah Karl Marx juga berdasarkan prinsip konflik: kelas yang menindas dan kelas yang tertindas, kapital dan pekerjaan berada dalam sebuah konflik kekal. Pada suatu saat hal ini akan menjurus pada sebuah krisis dan kaum pekerja akan menang.

Pada akhirnya situasi baru ini akan menjurus kepada sebuah krisis lagi, tetapi secara logis semua proses akhirnya menurut Mao, akan membawa kita kepada sebuah keseimbangan yang stabil dan harmonis. Mao jadi berpendapat bahwa semua konflik bersifat semesta dan absolut, jadi dengan kata lain bersifat abadi. Konsep konflik Mao ini ada kemiripannya dengan konsep falsafi yin-yang. Semuanya terdengar seperti sebuah dogma kepercayaan. Di bawah ini disajikan sebuah cuplikan tentang pemikirannya tentang konflik.
Dalam ilmu pengetahuan semuanya dibagi berdasarkan konflik-konflik tertentu yang melekat kepada obyek-obyek penelitian masing-masing.

Konflik jadi merupakan dasar daripada sesuatu bentuk disiplin ilmu pengetahuan. Di sini bisa disajikan beberapa contoh: bilangan negatif dan positif dalam matematika, aksi dan reaksi dalam ilmu mekanika, aliran listrik positif dan negatif dalam ilmu fisika, daya tarik dan daya tolak dalam ilmu kimia, konflik kelas dalam ilmu sosial, penyerangan dan pertahanan dalam ilmu perang, idealisme dan materialisme serta perspektif metafisika dan dialektik dalam ilmu filsafat dan seterusnya. Ini semua obyek penelitian disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda karena setiap disiplin memiliki konfliknya yang spesifik dan esensi atau intisarinya masing-masing.

Contoh-contoh yang diberikan oleh Mao Zedong mengenai 'konflik' dalam disiplin yang berbeda-beda diambilnya dari Lenin. Beberapa analogi memang pas tetapi yang lain-lain tidak. Bilangan-bilangan negatif dan positif merupakan sebuah contoh yang buruk mengenai dialektika marxisme karena perbedaan mereka tidak dinamis: hanya ada bilangan-bilangan negatif dan positif baru yang bermunculan.

Pendapat Mao menjadi meragukan lagi apabila ia mengatakan bahwa 'konflik'-'konflik' ini merupakan 'intisari' daripada disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Bilangan negatif dan positif bukanlah intisari ilmu matematika, begitu pula metafisika dan dialektika bukanlah intisari dari filsafat. Mao adalah seseorang yang terpelajar dan pengertian-pengertiannya yang salah bisa diterangkan dari sebab ia sangat terobsesi dengan konsep konflik ini. Obsesi ini juga memengaruhi keputusan-keputusan politiknya seperti akan dipaparkan di bawah nanti.

Konsep Yin Yang memengaruhi pandangan falsafi Mao Zedong.
Konsep Mao kedua yang penting adalah konsepnya mengenai pengetahuan yang juga ia ambil dari paham Marxisme. Mao berpendapat bahwa pengetahuan merupakan lanjutan dari pengalaman di alam fisik dan bahwa pengalaman itu sama dengan keterlibatan.

Jika engkau mencari pengetahuan maka engkau harus terlibat dengan keadaan situasi yang berubah. Jika kau ingin mengetahui bagaimana sebuah jambu rasanya, maka jambu itu harus diubah dengan cara memakannya. Jika engkau ingin mengetahui sebuah struktur atom, maka engkau harus melakukan eksperimen-eksperimen fisika dan kimia untuk mengubah status atom ini. Jika engkau ingin mengetahui teori dan metode revolusi, maka engkau harus mengikutinya. Semua pengetahuan sejati muncul dari pengalaman langsung.

Hanya setelah seseorang mendapatkan pengalaman, maka ia baru bisa melompat ke depan. Setelah itu pengathuan dipraktekkan kembali yang membuat seseorang mendapatkan pengalaman lagi dan seterusnya. Di sini diperlihatkan bahwa Mao tidak saja mengenal paham Marxisme tetapi juga paham neokonfusianisme seperti dikemukakan oleh Wang Yangmin yang hidup pada abad ke 15 sampai ke abad ke 16.

Admin



Previous
Next Post »