Sebagaimana pada artikel sebelumnya Terdapat tiga jenis Buddha, yaitu: Samma Sambuddha yang mencapai penerangan sempurna dengan usahanya sendiri, Pacceka Buddha pada tingkat lebih rendah daripada Samma Sambuddha, dan Savaka Buddha yang adalah Arahat.
Pencapaian Nibbana di antara ketiganya adalah sama. Hanya ada perbedaan untuk Samma Sambuddha yang mempunyai tingkatan dan kemampuan lebih dibanding keduanya.
Beberapa orang berpikiran bahwa “Kosong” atau Sunyata yang diajarkan oleh Nagarjuna adalah murni ajaran Mahayana. Ide ini pada dasarnya muncul dari konsep Anatta atau “Tanpa-Aku”, dalam Patticasamuppada atau Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan, yang ditemukan dalam teks asli Pali Theravada.
Suatu ketika Ananda bertanya kepada Buddha, “Orang-orang mengatakan kata Sunya. Apakah Sunya itu?” Buddha menjawab, ”Ananda, artinya adalah tiada aku, atau apapun yang berhubungan dengan aku di dunia ini. Oleh karena itu, dunia adalah kosong.”
Ajaran ini diambil oleh Nagarjuna ketika beliau menulis karya luar biasanya, “Madhyamika Karika”. Di samping ajaran Sunyata adalah konsep penyimpanan-kesadaran dari Mahayana yang berakar dari teks Theravada. Kaum Mahayana telah mengembangkannya ke dalam psikologi dan filosofi yang dalam.
Penelusuran teks-teks karya Nagarjuna menunjukkan bahwa motivasi Nagarjuna mengembangkan ajaran Sunyata adalah demi menegaskan kembali ajaran Buddha. Ajaran Sunyata Nagarjuna disebut juga filosofi Jalan Tengah (Madhyamika), karena Nagarjuna menekankan bahwa Sunyata (Anatta) itu bebas dari ekstrim pandangan nihilisme dan eternalisme. Nagarjuna mengajarkan pentingnya memahami Sunyata dan Patticasamuppada sebagai satu kesatuan dalam filosofi Dua Kebenaran yang tak terpisahkan, yaitu kebenaran relatif dan mutlak.
PERBADAAN MAHAYANA DAN THERAVADA
Perlu dicatat bahwa tidak ada perbedaan mendasar di antara ajaran Mahayana dan Theravada. Hal ini bisa dicermati dari ajaran yang sama persis mengenai:
- Diakuinya Buddha Sakyamuni sebagai Guru
- Empat Kesunyataan Mulia
- Delapan Jalan Tengah
- Paticca-Samuppada atau Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan
- Keduanya tidak mengakui adanya mahluk yang menciptakan atau mengatur dunia ini
- Keduanya menerima Anicca, Dukkha, Anatta dan Sila, Samadhi, Panna
Ajaran di atas adalah ajaran paling mendasar dalam Buddhisme.
Terdapat beberapa hal yang membuat keduanya berbeda. Banyak yang mengatakan bahwa Mahayana adalah untuk mencapai Bodhisattva yang membuka jalan menuju Kebuddhaan, di mana Theravada adalah untuk mencapai Arahat. Perlu digarisbawahi bahwa Buddha adalah juga seorang Arahat. Pacceka Buddha juga adalah Arahat. Seseorang pengikut bisa juga menjadi Arahat. Teks Mahayana tidak pernah menggunakan istilah Arahant-yana, jalan Arahat. Tetapi menggunakan tiga istilah: Boddhisattvayana, Prateka-Buddhayana dan Sravakayana. Dalam tradisi Theravada, ketiganya dikenal sebagai Bodhi.
Ada yang berpendapat bahwa Theravada adalah egois karena mengajarkan orang untuk menyelamatkan diri sendiri. Apakah orang egois bisa mencapai Penerangan? Kedua aliran sama-sama menganut tiga yana atau bodhi tetapi menganggap Boddhisattva sebagai pencapaian tertinggi. Mahayana menciptakan Bodhisattva-Bodhisattva sedangkan Theravada menganggap seorang Bodhisattva adalah salah satu di antara kita yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencapai kesempurnaan, yang tujuan utamanya adalah Penerangan Sempurna untuk kebahagiaan mahluk di dunia.
Teks-teks Mahayana sendiri menyebutkan bahwa tujuan para Bodhisattva ialah mencapai ke-Buddha-an demi menolong semua mahkluk, karena hanya dengan menjadi Buddha yang sempurna maka seseorang memiliki kemampuan mencerahkan mahkluk lain. Tanpa diri sendiri mencapai pencerahan terlebih dahulu, bagaimana mungkin dapat mencerahkan mahkluk lain?
Dengan makin terbukanya informasi, saat ini makin banyak teks-teks Pali yang dapat diakses. Dan terbukti dalam tradisi Pali pun dapat ditemukan teks-teks mengenai jalan Bodhisattva dalam kumpulan cerita Jataka dan kitab komentar yang menyebutkan mengenai berbagai jenis Bodhi. Jadi, Theravada juga mengenal jalan Bodhisatta, jalan Sammasambodhi, setidaknya dalam bentuk kisah penyempurnaan 10 Parami. Ketidakpopuleran ide sammasambodhi ini tidaklah serta merta berarti Theravada tidak mengenal jalan Bodhisatta.
Para guru besar berbagai aliran saat ini juga mengajarkan bahwa semua aliran Buddhis memiliki pendekatan berbeda, tetapi pada akhirnya akan mencapai realisasi yang sama. Bila debat filosofis terus dilanjutkan tentu semua aliran akan terus berpegang pada pandangan masing-masing. Akan tetapi saat semua melihat ke dalam realita, pengalaman langsung yang didapat dari praktik meditasi, maka semua akan mengalami realita yang demikian tak terbantahkan, anicca-anatta, pandangan terang yang mengakhiri dukkha.
.
Terdapat beberapa hal yang membuat keduanya berbeda. Banyak yang mengatakan bahwa Mahayana adalah untuk mencapai Bodhisattva yang membuka jalan menuju Kebuddhaan, di mana Theravada adalah untuk mencapai Arahat. Perlu digarisbawahi bahwa Buddha adalah juga seorang Arahat. Pacceka Buddha juga adalah Arahat. Seseorang pengikut bisa juga menjadi Arahat. Teks Mahayana tidak pernah menggunakan istilah Arahant-yana, jalan Arahat. Tetapi menggunakan tiga istilah: Boddhisattvayana, Prateka-Buddhayana dan Sravakayana. Dalam tradisi Theravada, ketiganya dikenal sebagai Bodhi.
Ada yang berpendapat bahwa Theravada adalah egois karena mengajarkan orang untuk menyelamatkan diri sendiri. Apakah orang egois bisa mencapai Penerangan? Kedua aliran sama-sama menganut tiga yana atau bodhi tetapi menganggap Boddhisattva sebagai pencapaian tertinggi. Mahayana menciptakan Bodhisattva-Bodhisattva sedangkan Theravada menganggap seorang Bodhisattva adalah salah satu di antara kita yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencapai kesempurnaan, yang tujuan utamanya adalah Penerangan Sempurna untuk kebahagiaan mahluk di dunia.
Teks-teks Mahayana sendiri menyebutkan bahwa tujuan para Bodhisattva ialah mencapai ke-Buddha-an demi menolong semua mahkluk, karena hanya dengan menjadi Buddha yang sempurna maka seseorang memiliki kemampuan mencerahkan mahkluk lain. Tanpa diri sendiri mencapai pencerahan terlebih dahulu, bagaimana mungkin dapat mencerahkan mahkluk lain?
Dengan makin terbukanya informasi, saat ini makin banyak teks-teks Pali yang dapat diakses. Dan terbukti dalam tradisi Pali pun dapat ditemukan teks-teks mengenai jalan Bodhisattva dalam kumpulan cerita Jataka dan kitab komentar yang menyebutkan mengenai berbagai jenis Bodhi. Jadi, Theravada juga mengenal jalan Bodhisatta, jalan Sammasambodhi, setidaknya dalam bentuk kisah penyempurnaan 10 Parami. Ketidakpopuleran ide sammasambodhi ini tidaklah serta merta berarti Theravada tidak mengenal jalan Bodhisatta.
Para guru besar berbagai aliran saat ini juga mengajarkan bahwa semua aliran Buddhis memiliki pendekatan berbeda, tetapi pada akhirnya akan mencapai realisasi yang sama. Bila debat filosofis terus dilanjutkan tentu semua aliran akan terus berpegang pada pandangan masing-masing. Akan tetapi saat semua melihat ke dalam realita, pengalaman langsung yang didapat dari praktik meditasi, maka semua akan mengalami realita yang demikian tak terbantahkan, anicca-anatta, pandangan terang yang mengakhiri dukkha.
.
.