Siapakah Yang Menentukan Gerak Sejarah
Cerita sejarah melukiskan segala sesuatu dengan lugas, yaitu tidak menyebut sebab-sebab yang pasti, hanya rangkaian peristiwa yang saling berhubungan dengan menunjukkan keterkaitannya, seperti contoh berikut ini:
Nio Joe Lan, 1952: 155-160 dalam bukunya Tiongkok Sepandjang Abad menyatakan suku bangsa Tartar Manchu telah menaklukkan Tiongkok dengan cara sangat mudah dan mengagumkan, tetapi ini tak merupakan suatu kemalangan besar, seperti halnya jika dilihat sepintas lalu saja.
Lima puluh tahun sebelum waktu itu, suku bangsa Manchu adalah segerombolan yang kecil dan tak penting, dan diam di sebuah lembah subur di Manchuria. Ayah dan nenek laki-laki salah seorang pemimpinnya telah dibunuh secara khianat oleh bangsa Tionghoa, maka bersumpahlah pemimpin tiu untuk membalas dendam dan ia menepati sumpahnya.
Seperti telah diketahui bangsa Manchu dapat menguasai Tiongkok selama 248 tahun (1644-1912), yang perlu dipermasalahkan di sini adalah:
- apakah sebabnya bangsa Manchu menguasai Tiongkok?
- apa sebab mereka memiliki kebudayaan Tionghoa sebelum menyerbu ke Tiongkok?
- mengapa mereka tetap berbangsa Manchu meskipun kebudayaannya Tionghoa?
- mengapa mereka tidak tetap berdiam di lembah yang subur itu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sukar untuk dijawab dengan tepat, akan tetapi dapat dicari sebab-sebab yang sesuai, sebab-akibat dapat diterangkan, tetapi dapat pula dipersoalkan:\
- mengapa bangsa Manchulah yang menguasai Tiongkok, mengapa bukan bangsa-bangsa nomaden lain di sebelah utara Tiongkok?
- siapakah yang menggerakkan bangsa Manchu ke Tiongkok?
- siapakah yang menggerakkan hati orang Tionghoa untuk memanggil bangsa Manchu?
Masalah di atas dapat dirangkum menjadi satu masalah, yaitu gerak sejarah seperti dilaksanakan bangsa Manchu dan Tiongkok disebabkan oleh siapakah? Manusia sendiri ataukah kekuatan-kekuatan di luar manusia? Apakah pemimpin-pemimpin manchu bermusyawarah untuk memiliki kebudayaan Tionghoa dengan maksud tertentu? Apakah pemimpin-pemimpin Tiongkok sudah bulat tekadnya untuk memasukkan Manchu ke negerinya setelah memperhitungkan segala sesuatu? Ataukah segala sesuatu itu berlangsung dengan serba kebetulan saja? Mungkinkah bahwa memang itulah nasib bangsa-bangsa? Dewa-dewakah yang merencanakan? Tuhankah yang mengatur segala-galanya?
Dari bagan di atas tampaklah betapa sukarnya untuk membicarakan masalah tersebut. Menurut Sanusi Pane (1955: 7) sejarah ialah perwujudan kehendak Tuhan bagi manusia dalam dunia. Mempelajari sejarah berarti berdaya upaya dengan semangat terbatas mengetahui kehendak Tuhan itu, upaya merasa, dengan terbatas, kehidupan mutlak, supaya sanggup dengan terbatas, hidup dan bekerja sebagai hamba Tuhan yang lebih insyaf. Pendapat Sanusi Pane didasarkan atas kepercayaan terhadap Tuhan. Mempelajari sejarah adalah berusaha mengetahui kehendak Tuhan.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Tan Malaka (1944: 5) bahwa setelah ilmu dan penelitian menjadi sempurna, setelah manusia mulai meninggalkan dogma agama, setelah manusia mencaji cerdas dan dapat memikirkan pergaulan hidup, pertentangan kelas dijadikan sebagai pengetahuan yang nyata. Dalam perjuangan untuk keadilan dan politik, manusia tidak membutuhkan atau mencari-cari Tuhan lagi, atau ayat-ayat kitab agama, tetapi langsung menuju sebab yang nyata yang merusakkan dan memperbaiki penghidupannya.
Menurut Tan Malaka, gerak sejarah berpangkal kepada sebab nyata yang merusakkan dan memperbaiki penghidupannya, yaitu ekonomi atau kekuatan-kekuatan produksi. Dua pendapat di atas menunjukkan bahwa masalah gerak sejarah tidak dapat dijawab dengan satu jawaban saja, tetapi dapat lebih dari satu jawaban .Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.