Aliran filsafat di Cina kebanyakan muncul pada jaman klasik.
- Konfusianisme (551-497 SM)
- Aliran ini didirikan oleh Kong Fu Tse. Inti ajarannya adalah Tao(jalan sebagai prinsip utama dari kenyataan) ialah jalan manusia. Dengan kehidupan yang baik, manusia menjadikan Tao itu luhur dan mulia. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan.
- Taoisme (550 M)
- Didirikan oleh Lao Tse. Inti ajarannya Tao adalah jalan alam. Ajarannya lebih metafisika. Lao Tse menentang Konfusius. Puncak ajarannya adalah kesaadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Para penganutnya memandang alam sebagai tempat mereka menjalankan kehidupan yang sederhana.
- Mohisme
- Didirikan oleh Mo Tse atau Mo Zi. Inti ajarannya adalah cinta universal. Rakyat Cina harus percaya pada langit yang menampilkan cinta kepada semua orang. Aliran ini bersifat pragmatis, arinya baik buruknya sesuatu bergantung pada pertimbangan untung ruginya. Mo Zi menentang kemewahan, dan upacara-upacara yang menghamburkan kekayaan.
- Legalisme (7 SM)
- Legalisme atau Fa Chia (sekolah hukum) didirikan oleh Guan Zhong. Legalisme menekankan pada sopan santun, keadilan, kejujuran, dan penguasaan diri. Legalisme mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali.
- Yin-Yang
- Yin-Yang merupakan cabang dari Taoisme. Yin-Yang mengajarkan adanya dua prinsip yaitu : yin (betina) yang bersifat pasif, ketenangan, surga, bulan, air, perempuan, dingin, dan symbol kematian; dan yang (jantan) yang bersifat aktif, gerak, bumi, matahari, api, laki-laki, panas, dan symbol kehidupan. Interaksi antara Yin dan Yang ini yang menimbulkan perubahan di alam semesta.
- Sofisme
- Disebut juga aliran nama-nama (Ming Chia). Ajaran mereka digunakan untuk menganalisa dan mengkritik dalam kaitan dalam masalah kebahasaan. Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal seperti eksistensi, relativitas, kausalitas, ruang, dan waktu.
Filsafat Cina Tokoh dan Filsafatnya
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Namun, sebenarnya filsafat timur ini tidak hanya di pandang filsafat agama juga, tetapi termasuk falsafah hidup.
Filsafat Cina adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari tiga filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia, disamping filsafat India dan filsafat Barat. Filsafat Cina sebagaimana filsafat lainnya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa.
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Namun, sebenarnya filsafat timur ini tidak hanya di pandang filsafat agama juga, tetapi termasuk falsafah hidup.
Filsafat Cina adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari tiga filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia, disamping filsafat India dan filsafat Barat. Filsafat Cina sebagaimana filsafat lainnya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa.
Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga.
Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian pada perikemanusiaan, pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina.
Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta ("Moira"), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya.